Selasa, 23 April 2013

KEARIFAN TRADISIONAL DAN KEBIASAAN - KEBIASAAN DI BIDANG PERIKANAN DARI MASYARAKAT ADAT DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL WASUR



KEARIFAN TRADISIONAL DAN KEBIASAAN - KEBIASAAN DI BIDANG PERIKANAN DARI MASYARAKAT ADAT DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL WASUR




Kawasan Taman Nasional Wasur adalah suatu Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki ekosistem Lahan Basah (wet lands) terluas di Indonesia yang terletak di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Sebagai kawasan berekosistem lahan basah yang luas, Taman Nasional Wasur memiliki banyak rawa-rawa besar yang didalamnya hidup berbagai jenis ikan dan banyak kehidupan aquatik lainnya, sebagai suatu potensi perikanan. Berdasarkan data dalam BTNW (1999), dalam kawasan Taman nasional Wasur terdapat 39 jenis ikan dari 72 jenis yang diperkirakan ada antara lain Scleropages jardinii, Cochlefelis sp., Doiichthys sp, Tetranesodon sp, Iriatherina sp, Kiunga sp, dll.
Seiring dengan perkembangan pembangunan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, timbul berbagai tekanan dan ancaman terhadap kelestarian sumberdaya alam, termasuk sumber daya perikanan yang ada dalam Kawasan Taman Nasional Wasur. Tekanan dan ancaman ini timbul karena adanya kegiatan pemanfaatan (eksploitasi) sumberdaya yang cenderung dilakukan secara berlebihan. Selain permasalahan di atas, terdapat pula permasalahan gangguan terhadap keanekaragaman hayati kawasan dengan adanya invasi dari jenis-jenis satwa dan tumbuhan invasif, dimana terdapat pula beberapa jenis ikan eksotik berbahaya yaitu : ikan Gastor/Gabus Toraja (Channa striata), Ikan Betok (Anabas testudineus) dan ikan Mujair (Oreochromis mossambica). Jenis ikan eksotik berbahaya ini telah menginvasi hampir semua potensi hidrologi dalam kawasan. Hal ini akan menyebabkan rusaknya ekosistem dan musnahnya potensi keanekaragaman hayati dalam Kawasan Taman Nasional Wasur.
Sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun 1997, kawasan ini telah didiami oleh 4 (empat) sub suku diantara 8 sub suku Malind Anim yang merupakan masyarakat adat asli dari Kabupaten Merauke, yaitu: Suku Yeinan, Suku Kanume, Suku Marory Men-gey dan Suku Malind Mbuti, BTNW (1999). Keempat sub suku masyarakat adat yang mendiami Kawasan Taman Nasional Wasur ini merupakan pemilik hak ulayat dari Kawasan Taman Nasional Wasur. Sebagai masyarakat tradisional, keempat sub suku masyarakat Malind ini mempunyai kearifan budaya tradisional, serta kebiasaan-kebiasaan yang telah dijalankan secara turun temurun dalam pengelolaan sumber daya alam dalam kawasan, sesuai dengan hak ulayatnya, BTNW (1999).
Melihat potensi di bidang perikanan dan adanya tekanan serta ancaman terhadap kelestarian keanekaragaman hayati dalam Kawasan Taman Nasional Wasur, maka perlu untuk diketahui dan dijelaskan mengenai peran serta masyarakat adat dalam kawasan dengan adanya kearifan tradisional serta kebiasaan-kebiasaannya di bidang perikanan dalam hubungannya dengan upaya mempertahankan kelestarian alam hayati dan ekosistem dari Kawasan Pelestarian Alam Taman nasional Wasur.

A.    Kearifan Tradisional Masyarakat Adat
Masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat atas Kawasan Taman Nasional Wasur Merauke, mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam dalam hubungannya dengan tradisi adat dan budayanya memiliki kearifan-kearifan tradisional yang telah dilakukan secara turun-temurun, T.S. Rahardjo (2008). Apabila ditelusuri kearifan-kearifan tradisional tersebut dari sector perikanan, terdapat beberapa jenis satwa aquatik yang digunakan sebagai Totem. Totem bagi masyarakat adat merupakan symbol dari marga tertentu dari suku tertentu pula, dimana jenis-jenis satwa/tumbuhan yang digunakan sebagai totem ini dipercaya oleh masyarakat sebagai leluhur dari marga tersebut. Bahkan diyakini oleh masyarakat adat bahwa jenis-jenis satwa yang menjadi Totem ini dapat menyembuhkan penyakit apabila salah seorang anggota dari marga dengan Totem tertentu mengalami sakit penyakit, hanya dengan mendekatkan orang yang sakit tersebut dengan jenis satwa yang menjadi Totem dari orang tersebut.
Hasil penggalian kearifan tradisional masyarakat adat dalam kawasan Taman Nasional Wasur, mendapatkan jenis-jenis satwa aquatic yang merupakan Totem dari masyarakat adat dalam kawasan, sebagaimana tersaji pada Tabel 1., dibawah ini :
Tabel  1.  Jenis Satwa Aquatik sebagai Totem Masyarakat Adat.
No.
Sub Suku
Jenis
Nama Lokal
Nama Ina
Nama latin
1.
Marori Men-gey
-
Mosor
Anda
Waf
Palala
Akakap lati
Ikan Kotif
Koumbow
Merju
Kiva/Kaloso
Ikan gabus putih
Ikan kaca kecil
Ikan duri warna coklat
Udang rawa
Ikan kakap laki
Ikan Mata Bulan
-
-
Ikan Sumpit
Arwana
Oxyeleotris herwerdini
Ambassis agrammus
Arius carinatus
-
Lafes calcarifer bloch
Megalops cyprinoids
Mogurnda mogurnda
-
Toxotes lorentzi
Scerolopages jardinii
2.
Kanume
Keware
Olip Mbangom
Nambim               
Arwana
-
Ikan Gabus
Scerolopages jardinii
-
Oxyeleotris sp.
3.
Malind Mbuti
Koloso
Kepiting
Parara
Katif
Saleh
-
Mumu
Anda
Rakum
Arwana
-
Ikan kakap
-
Udang
Semua jenis ikan di laut
Siput laut
Ikan Sembilan
Ikan Sembilan rawa
Scerolopages jardinii
-
Lafes calcarifer bloch
Mogurnda mogurnda
-
-
-
Arius carinatus.
Arius sp.
No.
Sub Suku
Jenis
Nama Lokal
Nama Ina
Nama latin


Ndamin ndamin
Nggus
Falat
Kabo-kabo
Ndua
Mosor
Maupang
Tung
Ikan warna kuning di laut
Kepiting besar
Kepiting besar warna hijau
Kepiting kecil sungai
Kepiting batu
Ikan kaca kecil
Ikan sumpit
Ikan Gurame
-
-
-
-
-
Ambassis agrammus
Toxotes lorentzi
-
4.
Yeinan
Boboy
Pidercur
Koraw
Patel/Watenang
Kaloso
Billem gulalejro
Diblang
Ikan kakap yang besar
Ikan kakap yang sedang
Ikan duri
Ikan cucut
Arwana
Arwana sisik merah
Udang Batu
Lafes sp.
Lafes sp.
Arius sp.
-
Scerolopages jardinii
Scerolopages sp.
-







Sumber : TS. Rahardjo (2008).
Dalam pengelolaan dan pemanfaatan jenis-jenis satwa yang merupakan Totem marga tersebut, terdapat aturan-aturan adat yang wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat adat. Aturan-aturan adat ini antara lain mengatur mengenai :
 
1.      Waktu Pemanfaatan
Waktu pemanfaatan dari satwa ini dapat dimanfaatkan sepanjang tahun baik dimusim panas maupun hujan, pada hak ulayat dari masing-masing marga dalam masing-masing suku. Namun terdapat suatu kearifan tradisional dari masyarakat yang dinamakan Sasi. Sasi adalah tindakan penutupan dusun berupa kebun, dusun sagu, rawa atau lapang milik suatu marga dari suku tertentu terhadap kegiatan pemanfaatan. Sasi ini bagi masyarakat adat dilakukan apabila ada anggota keluarga dari marga pemegang hak ulayat dari dusun tersebut yang meninggal dunia, dimana sasi dilaksanakan selama 1-2 tahun.
Gambar 1. Ikatan Alang-alang sebagai tanda adanya sasi
Biasanya sasi suatu dusun ditandai dengan adanya ikatan alang-alang pada sebatang kayu atau pohon seperti terlihat pada Gambar 1. Pelepasan ikatan alang-alang tersebut dilaksanakan dengan suatu acara adat buka sasi, dimana semua anggota dari suku hadir  dan diundang oleh marga yang bersangkutan untuk secara bersama-sama memanen hasil dari tempat yang disasi misalnya memanen ikan dari rawa.
Kegiatan adat sasi ini memberikan dampak yang positif bagi alam, dimana alam dapat melakukan peremajaan, sehingga pada saat sasi dibuka, daerah tersebut telah memiliki stok yang pangan yang baik baik kualitas maupun kuantitasnya. Berdasarkan hal tersebut, maka tradisi sasi adat ini dapat dikatakan sebagai suatu bentuk tindakan konservasi alam secara tradisional. Kegiatan adat Sasi dari masyarakat adat dalam kawasan pernah didokumentasikan dalam bentuk film documenter yang dibuat dan disutradai oleh seorang sutradara film Indonesia terkenal yaitu Garin Nugroho dan ditayangkan di salah satu TV swasta Nasional dengan judul Kawan ku di Rawa Biru.

1.      Cara Pemanfaatan
Aturan mengenai cara pemanfaatan terhadap jenis-jenis satwa Totem ini antara lain mengatur mengenai:
a.       Peralatan dan bahan yang dapat digunakan, misalnya penangkapan ikan dengan menggunakan jareing atau pancing, atau dengan tuba kemudian baru dipanah atau ditumbak. Pada saat menjaring harus ditunggui. Akar tuba yaitu akar dari tuba yang     digunakan untuk membuat pusing ikan disungai sehingga ikan yang pusing-pusing  mudah untuk ditangkap dan dimakan oleh masyarakat.
b.      Dalam penggunaannya harus mendapat ijin dari marga pemilik Totem dan tidak boleh digunakan dengan sembarangan agar ikan tidak mati dan keracunan dan manusia juga tidak ikut keracunan
c.       Jumlah dan ukuran satwa yang diambil, misalnya pada waktu/musim kering tertentu jumlah pengambilan dikurangi dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada alam untuk tumbuh kembali, atau jumlah ikan yang diambil secukupnya, hanya untuk kebutuhan hari itu saja.
d.      Ikan dapat digoreng, direbus atau dibakar, dimana Ikan yang mati atau busuk harus dikubur atau dibakar hingga hangus.


2.      Pemanfaat atau Pengguna
Aturan bagi yang memanfaatkan yang berlaku dimasyarakat, misalnya anak kecil tidak boleh makan ikan/satwa yang masih muda (anakan). Atau misalnya pula ada beberapa jenis ikan yang tidak boleh dimakan atau diambil dari sungai atau rawa oleh perempuan yang sedang menstruasi.
3.      Sanksi Bagi Pelanggaran
Hukuman atau sanksi bagi yang melanggar aturan tersebut dibedakan atas dua bagian yaitu:
a.       Hukuman langsung berupa denda yang dibayarka secara adat dengan babi atau dengan wati sejenis tumbuhan adat untuk keperluan upacara adat, atau hukuman cambuk.
b.      Hukuman tidak langsung yaitu hukuman berupa kutukan tanah leluhur yaitu yang bersangkutan akan menderita sampai mati atau salah satu turunannya akan sakit, menderita dan akhirnya akan mati.
4.      Tempat Hidup/Habitat Satwa Totem
Terdapat pula aturan-aturan terhadap habitat atau tempat hidup dari satwa Totem, misalnya bunga Teratai pada rawa tidak boleh diambil sembarangan, hanya dapat diambil untuk keperluan perlengkapan dalam upacara adat. Karena selain teratai juga merupakan totem, bunga ini berguna menjaga rawa tidak cepat kering dan menjadi pelindung bagi ekosistem satwa-satwa aquatic yang menjadi Totem.

A.    Kebiasaan-kebiasaan Harian Masyarakat Adat
Kebiasaan-kebiasaan masyarakat adat dalam Kawasan Taman Nasional Wasur yang dalam kehidupannya sehari-harinya di bidang perikanan lebih banyak ditemui sebagian besar pada kampung-kampung di bagian selatan kawasan yang merupak sector pantai. Kebiasaan masyarakat di bidang perikanan yang ditemui adalah adanya usaha-usaha pembuatan ikan asin kering, dimana masyarakat menangkap ikan baik dari rawa-rawa dalam kawasan maupun dari laut, yang tetap mengacu kepada aturan-aturan adat yang berlaku.
Jenis-jenis ikan yang diambil sebagai bahan baku pembuatan ikan asin kering adalah sebagian besar merupakan jenis-jenis ikan eksotik yang berbahaya bagi kawasan, yaitu : ikan Gastor/Gabus Toraja (Channa striata), Ikan Betok (Anabas testudineus) dan ikan Mujair (Oreochromis mossambica). Ikan asin kering hasil industry rumah tangga dari masyarakat adat dari kawasan Taman Nasional Wasur kemudian dipasarkan langsung ke Kota Merauke atau dijual kepada para pembeli/penampung hasil yang datang ke kampung-kampung pemukiman masyarakat tersebut.


Gambar 2. Jenis ikan Betik (Invasif eksotik berbahaya) dan usaha ikan asin kering
Melihat kepada jenis-jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembauatan ikan asin kering tersebut, maka kebiasaan masyarakat ini telah turut membantu mengendalikan invasi dari jenis-jenis ikan eksotik invasive berbahaya tersebut. Dimana disatu sisi, masyarakat mendapatkan penghasilan dengan adanya pengembangan usaha tersebut, dan di sisi lain masyarakat turut mengendalikan gangguan serta mengurangi ancaman terhadap keseimbangan ekosistem dalam kawasan Taman Nasional Wasur.
 


1 komentar:

  1. What is 1xbet korean? | legalbet.co.kr
    1XBET is a name for Sports Betting, and you 1xbet can't get started with sports betting 메리트 카지노 in Korea. 제왕 카지노 1xbet is a sports betting website for Korean players.

    BalasHapus