KEARIFAN TRADISIONAL DAN KEBIASAAN - KEBIASAAN DI BIDANG PERIKANAN DARI MASYARAKAT ADAT DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL WASUR
Kawasan Taman Nasional Wasur adalah suatu Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki ekosistem Lahan Basah (wet lands) terluas di Indonesia yang terletak di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Sebagai kawasan berekosistem lahan basah yang luas, Taman Nasional Wasur memiliki banyak rawa-rawa besar yang didalamnya hidup berbagai jenis ikan dan banyak kehidupan aquatik lainnya, sebagai suatu potensi perikanan. Berdasarkan data dalam BTNW (1999), dalam kawasan Taman nasional Wasur terdapat 39 jenis ikan dari 72 jenis yang diperkirakan ada antara lain Scleropages jardinii, Cochlefelis sp., Doiichthys sp, Tetranesodon sp, Iriatherina sp, Kiunga sp, dll.
Seiring dengan perkembangan
pembangunan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, timbul berbagai tekanan
dan ancaman terhadap kelestarian sumberdaya alam, termasuk sumber daya
perikanan yang ada dalam Kawasan Taman Nasional Wasur. Tekanan dan ancaman ini
timbul karena adanya kegiatan pemanfaatan (eksploitasi) sumberdaya yang cenderung
dilakukan secara berlebihan. Selain permasalahan di atas, terdapat pula
permasalahan gangguan terhadap keanekaragaman hayati kawasan dengan adanya
invasi dari jenis-jenis satwa dan tumbuhan invasif, dimana terdapat pula
beberapa jenis ikan eksotik berbahaya yaitu : ikan Gastor/Gabus Toraja (Channa striata), Ikan Betok (Anabas testudineus) dan ikan
Mujair (Oreochromis mossambica). Jenis ikan eksotik berbahaya ini telah menginvasi
hampir semua potensi hidrologi dalam kawasan. Hal ini akan menyebabkan rusaknya
ekosistem dan musnahnya potensi keanekaragaman hayati dalam Kawasan Taman
Nasional Wasur.
Sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun 1997, kawasan
ini telah didiami oleh 4 (empat) sub suku diantara 8 sub suku Malind Anim yang
merupakan masyarakat adat asli dari Kabupaten Merauke, yaitu: Suku Yeinan, Suku
Kanume, Suku Marory Men-gey dan Suku Malind Mbuti, BTNW (1999). Keempat
sub suku masyarakat adat yang mendiami Kawasan Taman Nasional Wasur ini merupakan
pemilik hak ulayat dari Kawasan Taman Nasional Wasur. Sebagai masyarakat
tradisional, keempat sub suku masyarakat Malind ini mempunyai kearifan budaya
tradisional, serta kebiasaan-kebiasaan yang telah dijalankan secara turun
temurun dalam pengelolaan sumber daya alam dalam kawasan, sesuai dengan hak
ulayatnya, BTNW (1999).
Melihat potensi di bidang perikanan
dan adanya tekanan serta ancaman terhadap kelestarian keanekaragaman hayati
dalam Kawasan Taman Nasional Wasur, maka perlu untuk diketahui dan dijelaskan
mengenai peran serta masyarakat adat dalam kawasan dengan adanya kearifan
tradisional serta kebiasaan-kebiasaannya di bidang perikanan dalam hubungannya
dengan upaya mempertahankan kelestarian alam hayati dan ekosistem dari Kawasan
Pelestarian Alam Taman nasional Wasur.
A. Kearifan Tradisional Masyarakat Adat
Masyarakat
adat sebagai pemilik hak ulayat atas Kawasan Taman Nasional Wasur Merauke, mengelola
dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam dalam hubungannya dengan tradisi adat
dan budayanya memiliki kearifan-kearifan tradisional yang telah dilakukan
secara turun-temurun, T.S. Rahardjo (2008). Apabila ditelusuri
kearifan-kearifan tradisional tersebut dari sector perikanan, terdapat beberapa
jenis satwa aquatik yang digunakan sebagai Totem. Totem bagi masyarakat adat
merupakan symbol dari marga tertentu dari suku tertentu pula, dimana
jenis-jenis satwa/tumbuhan yang digunakan sebagai totem ini dipercaya oleh
masyarakat sebagai leluhur dari marga tersebut. Bahkan diyakini oleh masyarakat
adat bahwa jenis-jenis satwa yang menjadi Totem ini dapat menyembuhkan penyakit
apabila salah seorang anggota dari marga dengan Totem tertentu mengalami sakit
penyakit, hanya dengan mendekatkan orang yang sakit tersebut dengan jenis satwa
yang menjadi Totem dari orang tersebut.
Hasil
penggalian kearifan tradisional masyarakat adat dalam kawasan Taman Nasional
Wasur, mendapatkan jenis-jenis satwa aquatic yang merupakan Totem dari
masyarakat adat dalam kawasan, sebagaimana tersaji pada Tabel 1., dibawah ini :
Tabel 1. Jenis Satwa Aquatik sebagai Totem Masyarakat
Adat.
No.
|
Sub Suku
|
Jenis
|
||||
Nama Lokal
|
Nama Ina
|
Nama latin
|
||||
1.
|
Marori
Men-gey
|
-
Mosor
Anda
Waf
Palala
Akakap
lati
Ikan
Kotif
Koumbow
Merju
Kiva/Kaloso
|
Ikan
gabus putih
Ikan
kaca kecil
Ikan
duri warna coklat
Udang
rawa
Ikan
kakap laki
Ikan
Mata Bulan
-
-
Ikan
Sumpit
Arwana
|
Oxyeleotris herwerdini
Ambassis agrammus
Arius carinatus
-
Lafes calcarifer bloch
Megalops cyprinoids
Mogurnda mogurnda
-
Toxotes lorentzi
Scerolopages jardinii
|
||
2.
|
Kanume
|
Keware
Olip
Mbangom
Nambim
|
Arwana
-
Ikan
Gabus
|
Scerolopages jardinii
-
Oxyeleotris sp.
|
||
3.
|
Malind
Mbuti
|
Koloso
Kepiting
Parara
Katif
Saleh
-
Mumu
Anda
Rakum
|
Arwana
-
Ikan
kakap
-
Udang
Semua
jenis ikan di laut
Siput
laut
Ikan
Sembilan
Ikan
Sembilan rawa
|
Scerolopages jardinii
-
Lafes calcarifer bloch
Mogurnda mogurnda
-
-
-
Arius carinatus.
Arius sp.
|
||
No.
|
Sub Suku
|
Jenis
|
||||
Nama Lokal
|
Nama Ina
|
Nama latin
|
||||
Ndamin
ndamin
Nggus
Falat
Kabo-kabo
Ndua
Mosor
Maupang
Tung
|
Ikan
warna kuning di laut
Kepiting
besar
Kepiting
besar warna hijau
Kepiting
kecil sungai
Kepiting
batu
Ikan
kaca kecil
Ikan
sumpit
Ikan
Gurame
|
-
-
-
-
-
Ambassis agrammus
Toxotes lorentzi
-
|
||||
4.
|
Yeinan
|
Boboy
Pidercur
Koraw
Patel/Watenang
Kaloso
Billem
gulalejro
Diblang
|
Ikan
kakap yang besar
Ikan
kakap yang sedang
Ikan
duri
Ikan
cucut
Arwana
Arwana
sisik merah
Udang
Batu
|
Lafes sp.
Lafes sp.
Arius sp.
-
Scerolopages jardinii
Scerolopages sp.
-
|
||
Sumber : TS. Rahardjo (2008).
Dalam
pengelolaan dan pemanfaatan jenis-jenis satwa yang merupakan Totem marga
tersebut, terdapat aturan-aturan adat yang wajib dipatuhi oleh seluruh
masyarakat adat. Aturan-aturan adat ini antara lain mengatur mengenai :
1.
Waktu Pemanfaatan
Waktu
pemanfaatan dari satwa ini dapat dimanfaatkan sepanjang tahun baik dimusim
panas maupun hujan, pada hak ulayat dari masing-masing marga dalam
masing-masing suku. Namun terdapat suatu kearifan tradisional dari masyarakat
yang dinamakan Sasi. Sasi adalah tindakan penutupan dusun berupa kebun, dusun
sagu, rawa atau lapang milik suatu marga dari suku tertentu terhadap kegiatan pemanfaatan.
Sasi ini bagi masyarakat adat dilakukan apabila ada anggota keluarga dari marga
pemegang hak ulayat dari dusun tersebut yang meninggal dunia, dimana sasi
dilaksanakan selama 1-2 tahun.
Gambar 1. Ikatan Alang-alang sebagai tanda adanya sasi
|
Biasanya sasi suatu dusun ditandai dengan adanya ikatan
alang-alang pada sebatang kayu atau pohon seperti terlihat pada Gambar 1.
Pelepasan ikatan alang-alang tersebut dilaksanakan dengan suatu acara adat buka
sasi, dimana semua anggota dari suku hadir
dan diundang oleh marga yang bersangkutan untuk secara bersama-sama
memanen hasil dari tempat yang disasi misalnya memanen ikan dari rawa.
Kegiatan adat sasi ini memberikan dampak yang positif bagi
alam, dimana alam dapat melakukan peremajaan, sehingga pada saat sasi dibuka,
daerah tersebut telah memiliki stok yang pangan yang baik baik kualitas maupun
kuantitasnya. Berdasarkan hal tersebut, maka tradisi sasi adat ini dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk tindakan konservasi alam secara tradisional.
Kegiatan adat Sasi dari masyarakat adat dalam kawasan pernah didokumentasikan
dalam bentuk film documenter yang dibuat dan disutradai oleh seorang sutradara
film Indonesia terkenal yaitu Garin Nugroho dan ditayangkan di salah satu TV
swasta Nasional dengan judul Kawan ku di Rawa Biru.
1.
Cara Pemanfaatan
Aturan mengenai cara pemanfaatan terhadap jenis-jenis satwa
Totem ini antara lain mengatur mengenai:
a.
Peralatan dan bahan yang dapat digunakan, misalnya
penangkapan ikan dengan menggunakan jareing atau pancing, atau dengan tuba
kemudian baru dipanah atau ditumbak. Pada saat menjaring harus ditunggui. Akar
tuba yaitu akar dari tuba yang
digunakan untuk membuat pusing ikan disungai sehingga ikan yang
pusing-pusing mudah untuk ditangkap dan
dimakan oleh masyarakat.
b.
Dalam penggunaannya harus mendapat ijin dari marga
pemilik Totem dan tidak boleh digunakan dengan sembarangan agar ikan tidak mati
dan keracunan dan manusia juga tidak ikut keracunan
c.
Jumlah dan ukuran satwa yang diambil, misalnya pada
waktu/musim kering tertentu jumlah pengambilan dikurangi dengan tujuan untuk
memberikan kesempatan kepada alam untuk tumbuh kembali, atau jumlah ikan yang
diambil secukupnya, hanya untuk kebutuhan hari itu saja.
d.
Ikan dapat digoreng, direbus atau dibakar, dimana Ikan
yang mati atau busuk harus dikubur atau dibakar hingga hangus.
2.
Pemanfaat atau Pengguna
Aturan bagi yang memanfaatkan yang berlaku dimasyarakat,
misalnya anak kecil tidak boleh makan ikan/satwa yang masih muda (anakan). Atau
misalnya pula ada beberapa jenis ikan yang tidak boleh dimakan atau diambil
dari sungai atau rawa oleh perempuan yang sedang menstruasi.
3.
Sanksi Bagi Pelanggaran
Hukuman atau sanksi bagi yang melanggar aturan tersebut
dibedakan atas dua bagian yaitu:
a.
Hukuman langsung berupa denda yang dibayarka secara
adat dengan babi atau dengan wati sejenis tumbuhan adat untuk keperluan upacara
adat, atau hukuman cambuk.
b.
Hukuman tidak langsung yaitu hukuman berupa kutukan
tanah leluhur yaitu yang bersangkutan akan menderita sampai mati atau salah
satu turunannya akan sakit, menderita dan akhirnya akan mati.
4.
Tempat Hidup/Habitat Satwa Totem
Terdapat pula aturan-aturan terhadap habitat atau tempat
hidup dari satwa Totem, misalnya bunga Teratai pada rawa tidak boleh diambil
sembarangan, hanya dapat diambil untuk keperluan perlengkapan dalam upacara
adat. Karena selain teratai juga merupakan totem, bunga ini berguna menjaga
rawa tidak cepat kering dan menjadi pelindung bagi ekosistem satwa-satwa
aquatic yang menjadi Totem.
A. Kebiasaan-kebiasaan Harian Masyarakat Adat
Kebiasaan-kebiasaan
masyarakat adat dalam Kawasan Taman Nasional Wasur yang dalam kehidupannya
sehari-harinya di bidang perikanan lebih banyak ditemui sebagian besar pada
kampung-kampung di bagian selatan kawasan yang merupak sector pantai. Kebiasaan
masyarakat di bidang perikanan yang ditemui adalah adanya usaha-usaha pembuatan
ikan asin kering, dimana masyarakat menangkap ikan baik dari rawa-rawa dalam
kawasan maupun dari laut, yang tetap mengacu kepada aturan-aturan adat yang
berlaku.
Jenis-jenis ikan yang
diambil sebagai bahan baku pembuatan ikan asin kering adalah sebagian besar
merupakan jenis-jenis ikan eksotik yang berbahaya bagi kawasan, yaitu : ikan Gastor/Gabus
Toraja (Channa striata), Ikan Betok (Anabas testudineus) dan ikan
Mujair (Oreochromis mossambica). Ikan asin kering hasil industry
rumah tangga dari masyarakat adat dari kawasan Taman Nasional Wasur kemudian
dipasarkan langsung ke Kota Merauke atau dijual kepada para pembeli/penampung
hasil yang datang ke kampung-kampung pemukiman masyarakat tersebut.
| |
Gambar 2. Jenis ikan Betik (Invasif eksotik berbahaya) dan usaha ikan
asin kering
|
Melihat kepada jenis-jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku
pembauatan ikan asin kering tersebut, maka kebiasaan masyarakat ini telah turut
membantu mengendalikan invasi dari jenis-jenis ikan eksotik invasive berbahaya
tersebut. Dimana disatu sisi, masyarakat mendapatkan penghasilan dengan adanya
pengembangan usaha tersebut, dan di sisi lain masyarakat turut mengendalikan
gangguan serta mengurangi ancaman terhadap keseimbangan ekosistem dalam kawasan
Taman Nasional Wasur.
What is 1xbet korean? | legalbet.co.kr
BalasHapus1XBET is a name for Sports Betting, and you 1xbet can't get started with sports betting 메리트 카지노 in Korea. 제왕 카지노 1xbet is a sports betting website for Korean players.